Minggu, 26 Agustus 2012

Politik Ekologi Pemimpin Daerah


Politik Ekologi Pemimpin Daerah

Fenomena kerusakan lingkungan hidup (baca: ekologi) yang terjadi saat ini harus kita pahami sebagai persoalan yang serius. Kerusakan ekologi bukan hanya terjadi di permukaan dan perut bumi tetapi sudah merambah ke lapisan atmosfer bumi di atasnya. Kerusakan ekologi sudah merebak, meluas dan melintas batas mulai wilayah perkotaan hingga perdesaan di daerah. ke depan, kita tidak akan memiliki tempat yang aman untuk berpijak dan  melanjutkan mandat kehidupan.

Fenomena kerusakan lingkungan hidup ini bisa kita bedah dari pendekatan politik ekologi dimana kerusakan lingkungan hidup beserta konflik yang ada di dalamnya tak terlepas dari kepentingan ekonomi politik. Menurut Peluso dan Watts (2001), kerusakan dan konflik tata kelola lingkungan hidup dipengaruhi oleh perhitungan aspek kekuasaan, keadilan distribusi, cara pengontrolan, kepentingan jejaring lokal-nasional-global, kesejarahan, gender, dan peran aktor. Paul Robbin (2004) menjelaskan bagaimana fakta-fakta degradasi lahan, marjinalisasi, konflik lingkungan hidup dan politik konservasi memiliki kaitan dengan aspek ekonomi politik sebagai basis analisa politik ekologi.

Dalam perspektif politik ekologi skala global, peran  pemodal (asing) telah ikut andil memperlemah kontrol negara dalam mengatur, mengurus dan mendistribusikan kekayaan alam sebagai sumber kehidupan masyarakat secara berkeadilan. Dominasi pemodal dalam proses pengambilan kebijakan dan keputusan ekonomi politik di level pemerintah nasional tidak dapat dibendung. Negara telah turut andil merestui dan meligitimasi ketimpangan, pemiskinan, ketidakadilan dan kerusakan ekologi. Saat ini, negara ini telah kehilangan kemerdekaannya untuk menentukan nasibnya sendiri dan rakyat pun kehilangan kedaulatan politik untuk menjalankan kuasanya. Negara telah gagal memastikan supremasi kedaulatan dan kemerdekaan sejati.

Patologi Otonomi Daerah
Celakanya, dalam skala lokal, fonemena kerusakan dan sengketa tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup semakin merebak di daerah. Patologi dan bencana ekologi dan sosial pun tak terhindarkan, mulai konflik hingga malapetaka kematian manusia dan mahluk hidup lainnya seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang digulirkan oleh pengusung reformasi sejak keruntuhan rezim kekuasaan orde baru. Setiap hari media massa pasti akan mempublikasikan beragam masalah lingkungan hidup hampir di setiap daerah di Indonesia. Hal ini menjadi semacam patologi otonomi daerah yang semakin akut dan kronis.

Di era otonomi daerah, politik ekologi yang dijalankan oleh penguasa daerah begitu signifikan dalam memacu kerusakan ekologi di daerah. Kewenangan (otoritas) daerah dan aktor-aktor politik penguasa daerah begitu kuat memengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan publik mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang dijalankan, termasuk tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup di dalamnya.

Tidak dapat disangkal, otonomi daerah kemudian telah dibajak oleh persekongkolan pemodal dan pemimpin daerah untuk mengeruk sumber daya alam secara eksploitatif dan membabi buta tanpa memerdulikan keberlanjutan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup sebagai sumber kehidupannya. Di sisi lain, politik anggaran pemerintah daerah pun tidak menunjukkan indikasi perubahan positif pada upaya pemulihan dan perbaikan lingkungan hidup yang terjadi. Minimnya alokasi anggaran perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan rata-rata tiga milyar per kabupaten/kota sangat jauh dari komitmen pemulihan lingkungan hidup itu sendiri.

Atas dalih peningkatan PAD, kesejahteraan dan keberlangsungan lingkungan hidup, pemimpin daerah yang di sokong pemodal dengan serakah melakukan perusakan lingkungan hidup secara sistemis. Mandat politik rakyatpun telah disalahgunakan demi kepentingan ekonomi dan politik pribadi dan sekelompok golongan/partisan. Penguasa daerah pun semakin merasakan kenikmatanya melakukan perselingkuhan kebijakan dengan keputusan politik yang tidak sejalan dengan kerangka aturan yang ada. Celakanya, praktik ini kemudian di restui dan dilegitimasi oleh parlemen daerah yang tidak berdaya dan bernyali.

Komitmen Pemimpin Daerah
Mencermati komitmen politik pemimpin daerah yang memihak pada lingkungan hidup dan rakyat, regenerasi pemimpin daerah melalui proses pemilu kepala daerah menjadi penting disikapi. Pemilihan kepala daerah merupakan pintu awal apa dan bagaimana komitmen politik ekologi akan dijalankan. Saat ini dan ke depan, sejumlah daerah di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya akan menjalankan pemilu kepala daerah. Artinya, ratusan pemimpin dan kepala daerah akan dilahirkan.

Di tengah ketidakberdayaan parlemen daerah yang cenderung memihak dan merestui kebijakan dan keputusan politik bupati dan walikota maka rakyat harus lebih rasional dalam menentukan pemimpin daerahnya. Rakyat akan sangat tergantung pada komitmen politik ekologi dari bupati atau walikota yang dipilihnya. Sudah selayaknya, rakyat tidak lagi terjebak pada janji-janji manis dan transaksi politik jangka pendek dengan para kandidat. Rakyat pun harus segera menyusun kriteria pengujian, agenda dan mandat politiknya kepada para kandidat untuk dijalankan setelah terpilih.

Menguji komitmen pemimpin daerah yang memperjuangkan keadilan ekologi menjadi tindakan awal yang harus dilakukan. Tindakan awal ini bisa dilakukan dengan memeriksa rekam jejak para kandidat sebelumnya baik yang sudah memiliki pengalaman dalam birokrasi negara maupun para kandidat yang belum masuk ke birokrasi dari kader yang diusung partai politik atau independen.  

Ada beberapa indikator yang bisa dipertimbangkan dalam melakukan rekam jejak kandidat pemimpin daerah yang akan didukung dan dipilih, diantaranya kandidat harus memahami dan mengerti dengan terang permasalahan rakyat dan lingkungan hidup, memiliki semangat dan konsep kebijakan ekologi yang jelas dan rasional untuk lima tahun ke depan, memiliki praktik nyata dalam penyelamatan lingkungan hidup dan memperjuangkan taraf kehidupan rakyat, tidak memiliki pengalaman melakukan korupsi dan tidak sedang menjalankan proses pengadilan.

Tentunya indikator rekam jejak yang dikemukakan diperlukan, agar ke depan, daerah memiliki sosok pemimpin daerah yang benar dan terang memihak pada kepentingan rakyat dan keberlanjutan lingkungan hidup sejak awal. Tugas kemudian, rakyat harus menyusun dan mengajukan agenda politiknya untuk disepakati para kandidat yang maju. Komitmen dan agenda politik ekologi yang diajukan perlu dikawal secara konsisten karena akan menentukan kehidupan rakyat, nasib ruang dan ekologi lima tahun yang akan datang. 

Penulis. Dadan Ramdan. Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat Periode 2011-2015.
No Kontak 082116759688