Kamis, 22 September 2011

Menyuburkan Kesadaran Ekologis Kaum Muda

Menyuburkan Kesadaran Ekologis Kaum Muda
            Dalam rekaman sejarah bangsa Indonesia, peran dan posisi kaum muda secara progresif menjadi pelaku gerakan sosial dan politik sejak masa kolonial dan paska kolonial. Tumbuhnya kesadaran sosial dan politik tersebut didasarkan situasi sosial dan politik saat itu yang perlu di respon dan sikapi bersama. Kemudian, situasi sosial dan politik waktu dulu melahirkan kesadaran sosial dan politik bersama untuk menyatakan sikap anti kolonial, keluar dari tikaman dan belenggu penjajahan.
           
            Patut kita akui bersama dengan kuantitas yang relatif masih sedikit waktu itu, kaum muda menjadi faktor pokok penentu perubahan, menjadi pemimpin gerakan sosial dan politik yang membawa bangsa ini keluar dari jeratan kolonialisme. Rakyat dan bangsa ini, tak terkecuali kaum mudanya, patut belajar dari para tokoh pemimpin, penggerak, motivator, pendidik rakyat, seperti Tan Malaka, Sukarno, Muhammad Hatta, Sutan Syahrir, Otto Iskandar Dinata, Muhammad Toha dan tokoh muda inspiratif lainnya paska kemerdekaan. Terlepas dari perdebatan kekurangan dan kelebihan serta pandangan idiologinya, mereka telah memberikan kontribusi nyata dalam membangun tatanan kehidupan bangsa ini lebih bermartabat hingga sekarang.
           
            Saat ini, situasinya sudah berbeda dan berubah. Alam sosial dan politik pun sudah berbeda. Kini, kita berada dalam situasi dimana kebijakan pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi terus berpacu dengan waktu. Berangkat dari fakta yang terjadi, kebijakan pembangunan telah menyisakan residu negatif dan membawa dampak pada situasi krisis ekologi yang mengancam keberlanjutan kehidupan manusia di bumi Jawa Barat.
           
            Situasi krisis air di musim kemarau yang semakin meluas di hampir 26 kabupaten/kota di Jawa Barat, menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh aktivitas domestik dan perusahaan, pencemaran udara, lahan hutan yang semakin kritis, alih fungsi kawasan hutan akibat aktivitas penambangan, wanawisata, pertanian yang disokong pemodal, gagal panen/krisis pangan, banjir di musim penghujan adalah sebagian dari fonemena krisis ekologi sekaligus ancaman bencana ekologi bagi kehidupan keberlanjutan rakyat Jawa Barat ke depan.
           
            Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat memandang,  bahwa laju pengrusakan lingkungan hidup tidak sebanding dengan laju perbaikan yang dilakukan. Dengan kata lain, upaya perbaikan dan penyelamatan berjalan lebih lambat dibanding laju pengrusakan alam yang terjadi. Paradigma pembangunan pun belum menempatkan lingkungan hidup sebagai arus utama/mainstream dalam pembangunan negeri ini.
           
            Kebijakan negara (pemerintah) adalah faktor yang sangat menentukan semakin kritisnya situasi ekologis Jawa Barat disamping faktor perilaku, tradisi dan kebiasaan masyarakat kini yang perlu diperkuat kesadaran ekologisnya. Kesadaran untuk menjadi bagian dari upaya penyelamatan lingkungan hidup. Tumbuhnya inisiatif-inisiatif lokal, komunitas, kelompok masyarakat yang berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup harus terus diperluas sehingga bisa memperkuat gerakan penyelamatan lingkungan hidup itu sendiri.
           
            Berangkat dari situasi krisis ekologi, belum terkelolanya partisipasi rakyat dan potensi kaum muda untuk memajukan kualitas lingkungan hidup. WALHI Jabar berpandangan bahwa, kita perlu menyuburkan kesadaran ekologis kaum muda sebagai sebuah agenda strategis. Mengerjakan agenda strategis ini diharapkan dapat memperluas dan memperkuat partisipasi rakyat dalam penyelamatan lingkungan hidup di Jawa Barat, memacu perbaikan, dan menurunkan kuantitas dan kualitas krisis ekologis yang tengah mendera.   
            Menurut data BPS tahun 2009, diperkirakan tahun 2011 jumlah pemuda (kaum muda ) kisaran usia 16-30 tahun di bumi Nusantara, Indonesia mencapai sekitar 62,93 juta orang atau sekitar 27,4% dari total penduduk Indonesia. Di bumi Jawa Barat jumlah pemuda mencapai 14,9 Juta atau sekitar 34,2% dari total penduduk Jawa Barat. Artinya,  kuantitas sebesar itu merupakan potensi kreatif yang dapat dikelola menjadi energi positif yang dapat menyuburkan kesadaran ekologis dan menjadi kekuatan untuk melakukan kerja-kerja produktif nyata dalam memajukan kualitas lingkungan hidup di Jawa Barat. Ada beberapa pertimbangan, mengapa WALHI Jawa Barat memandang penting memposisikan kaum muda sebagai subjek dan pelaku memajukan penyelamatan lingkungan hidup, diantaranya :
           
             Pertama, kaum muda adalah elemen pokok masyarakat, pelaku sejarah, kader pemimpin rakyat dan sekaligus subjek yang menentukan situasi bumi, alam lingkungan hidup di masa mendatang. Sekitar 14,9 juta kaum muda Jawa Barat akan menentukan bagaimana keadaan lingkungan hidup Jawa Barat saat ini dan ke depan. Keberadaannya begitu signifikan sehingga jika di berikan ruang apresiasi dan dikelola secara produktif maka perannya pun akan membawa dampak positif bagi tatanan sosial dan lingkungan hidup di masa mendatang. 
           
            Kedua, kaum muda memiliki semangat kerelawanan. Tertanamnya sikap tanpa pamrih yang bersemayam di jiwanya sekaligus kaya ruang ekspresi dan aktualisasi karya dan cipta.. Kaum muda dapat berperan menjaga dan mencegah, merintis, mempelopori dan melahirkan sekaligus mencipta yang baru. Bertindak untuk saat ini sekaligus menentukan arah ke depan. Dengan demikian, perlu ruang yang sangat terbuka bagi kaum muda. Ke bawah, mereka bisa mendidik dan mengayomi adik-adiknya, dan ke atas bisa belajar dari pengalaman pendahulunya. Kaum muda ibarat pohon yang sedang tumbuh yang perlu di rawat dan disuburkan agar memiliki akar yang kuat dan melahirkan bunga yang indah dan buah manis yang segar.
           
            Ketiga, meluas dan menguatnya ikatan solidaritas, inisiatif kreatif dan praktik partisipasi kaum muda yang berkontribusi dalam mendorong penyelamatan lingkungan melalui edukasi, kampanye penyadaran dan bentuk-bentuk perluasan penyadaran kesadaran ekologis lainnya. Bahkan,  ada kecendrungan terjadi transformasi yang sangat besar, banyak komunitas-komunitas kaum muda yang tidak berlatang belakang lingkungan kemudian mengisi ruang pembangunan kesadaran akan lingkungan hidup.
           
            Tumbuhnya inisiatif dan partisipasi kaum muda dapat ditunjukan dengan  menjamurnya kelompok pencinta alam, komunitas muda kreatif di perkotaan, kelompok pemuda dan karang taruna di perdesaan, inisiatif anak muda di sekolah dan perguruan tinggi dan pesantren baik di perkotaan dan perdesaan  yang terlibat aktif berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup.
           
            Di Kota Bandung, misalnya ada sekitar 2000an komunitas sosial, budaya dan lingkungan yang bisa berkolaborasi untuk berpartisipasi dalam penyelamatan lingkungan, sekitar 1000an lebih kelompok pencinta alam di kampus perguruan tinggi dan di masyarakat yang ada dan bisa dikelola. Jika dikumpulkan dari 26 kabupaten/kota maka semakin besar potensi dan kekuatan kaum muda yang bisa diberdayakan dan bertindak nyata berpartisipasi dalam mendorong penyelamatan lingkungan.
           
            Keempat, selama ini, pengurus publik cenderung belum menempatkan kaum muda sebagai subjek untuk menyelamatkan krisis lingkungan hidup. Kebijakan atau program yang dirumuskan dan diimplementasikan oleh pemerintah (pengurus publik) belum melibatkan secara total gagasan dan partisipasi kaum muda. Dari catatan WALHI Jawa Barat, banyak program pengelolaan lingkungan yang di fasilitasi pemerintah mengalami kegagalan karena minim partisipasi kaum muda.
           
            Sebagai bagian yang menyuburkan kesadaran ekologis bagi kaum muda, saat ini, WALHI Jawa Barat memiliki 23 anggota organisasi/lomunitas yang digerakan oleh kaum muda, dan memiliki sekitar 200 organisasi jaringan WALHI Jawa Barat. Kiprah nyata WALHI dan anggota WALHI Jawa Barat diaktualisasikan melalui melakukan kerja edukasi/pendidikan, pendampingan korban, kampanye publik, praktik modeling penyelamatan ekologi di kabupaten/kota di Jawa Barat dengan melibatkan partisipasi aktif kaum muda.
           
            Dari pengalaman menyuburkan kesadaran ekologis WALHI dan anggota WALHI Jawa Barat, sebagai contoh FK3I misalnya, memiliki sekitar 5000 sebagai kader muda konservasi di Jawa Barat, YPBB menjadi pusat belajar zero waste bagi mahasiswa dan pelajar, anak sekolah di Jawa Barat, Katurnagari membangun kampung peduli lingkungan, Bale Rahayat membangun model pengelolaan DAS berbasis kaum muda, SPP membangun pusat belajar tani yang memiliki perspektif ekologi untuk kaum muda perdesaan, Rekapala, Mapenta dan Mapala Argawilis secara konsisten melakukan pendidikan kader relawan muda yang peduli lingkungan, PSDK melakukan edukasi kebencanaan bagi pelajar dan mahasiswa di Kabupaten Bandung. Di dunia kampus,  HMTL Unpas, Himapikani, UKL Fapet Unpad adalah organisasi mahasiswa yang melahir kader muda pro lingkungan, SIKLUS di melakukan edukasi pesisir utara di Indramayu, L’Krapin melakukan edukasi terhadap anak dan remaja, POKLAN melakukan edukasi rakyat sekitar hutan, dan masih banyak lagi praktik anggota WALHI dalam kerangka penyadaran ekologis bagi kaum muda.
           
            Akhirnya,WALHI Jawa Barat mengajak semua pihak untuk mendukung agenda menyuburkan kesadaran ekologis kaum muda, sebagai bagian dari kerja kemanusiaan. Menyuburkan kesadaran ekologis kaum muda akan melahirkan manusia yang senantiasa amanah merawat dirinya, memberikan manfaat bagi orang sekitarnya dan rela memelihara bumi sebagai habitat tempat hidupnya. Menuju kehidupan yang lebih adil, sehat, bersih dan hijau.

Ditulis oleh Dadan Ramdan. Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat Periode 2011-2015.
No Kontak 082116759688    

Minggu, 18 September 2011

Memperkuat Praksis Perjuangan Kolektif WALHI Jawa Barat : Menyuburkan Gerakan Progresif Lingkungan Hidup di Tatar Pasundan[1] Oleh Dadan Ramdan[2]

Memperkuat Praksis Perjuangan  Kolektif WALHI Jawa Barat :
 Menyuburkan Gerakan Progresif Lingkungan Hidup di Tatar Pasundan[1]
Oleh Dadan Ramdan[2]
Salam Adil dan Lestari...!
Kemenangan  kecil dan besar
Gerakan Lingkungan di Jawa Barat
Tidaklah mudah dicapai dan digenggam
Tanpa praksis perjuangan kolektif

Kemenangan rakyat adalah kemenangan anggota
Kemenangan anggota adalah kemenangan walhi
Kemenangan walhi adalah kemenangan rakyat
Sejatinya kemenangan rakyat adalah wujud  keadilan sejati

Daratan dan lautan Tatar Pasundan Jawa Barat seluas 44.354,61 Km2 adalah hamparan bumi yang melahirkan sekitar 43 juta manusia, mereka tersebar di 17 Kabupaten dan 9 kota. Mereka tumbuh dan berkembang di sekitar 621 kecamatan  dan  mendiami di sekitar 5.900 tanah desa/kelurahan. Bumi Pasundan adalah propinsi dengan jumlah manusia terbanyak di Bumi Nusantara ini. Sejak dibentuk tahun 1950, kini usia Propinsi Jawa Barat telah menginjak 61 tahun, 31 tahun lebih tua dari usia Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia.
Bumi Pasundan Jawa Barat berada dalam posisi strategis dan secara sosio ekonomi, memiliki kekayaan sumber penghidupan yang melimpah. Pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan, mineral, minyak dan gas, perdagangan, perindustriaan dan kekayaan lainnya. Tak heran jika Jawa Barat memiliki anggaran sekitar Rp 10 Trilyunan dan hampir rata-rata Rp 1,5 Trilyunan tiap tahunya anggaran yang dikelola tiap kabupaten/kota. Sejatinya, anggaran tersebut dikelola dan dibelanjakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan lingkungan. Di samping kekayaan alam sebagai sumber penghidupan, Tanah Pasundan, Jawa Barat memiliki kekayaan sosial, budaya dan tradisi adat istiadat kasundaan warisan para leluhur Tarumanegara dan Pajajaran yang bisa menjadi modal dan pranata sosial di masyarakat.
Di balik posisi geografis yang strategis dan kekayaan alam sebagai sumber penghidupan yang melimpah. Bumi Pasundan semakin lama, semakin menua, semakin menua semakin rentan terjangkit penyakit, hingga kini menjadi benar-benar sakit. Sakit ekonomi, sosial, politik, ekologis yang lahir dan terus menular sebagai dampak dari merasuknya strategi dan cara kerja pembangunan yang keluar dari “galur”  budaya, sistem nilai, dan tradisi arif kolektif masyarakat Jawa Barat yang telah lahir dan tumbuh sejak tatanan budaya Tarumanegara dan Pajajaran dulu. Pembangunan ala rezim penguasa dan pemodal telah melahirkan pertikaian, pertengkaran dan perkelahian antar rakyat, antar manusia, antar tetangga, antar saudara dan pertikaian rakyat dengan pemimpinnya.
Strategi dan kerja pembangunan yang keliru inilah menjadikan keselamatan rakyat Bumi Pasundan semakin terancam dan rentan, ketiadakadilan dan ketimpangan ekonomi yang semakin curam, distribusi kekayan alam tidak berimbang-hanya dimiliki segelintir orang, pemodal dan penguasa- serta anak-anak Pasundan yang sudah sejak lahir tersandera utang.
Di perdesaan, mayoritas petani yang tuna tanah-rata-rata kepemilihan lahan 02-0,3 ha/kk dan sekitar 80% tidak memiliki lahan garapan- modal petani yang terbatas, nelayan miskin yang selalu menjerit-jerit di pinggiran pantai, petani penggarap lahan hutan yang selalu disalahkan, pemuda desa tanpa pekerjaan. Di perkotaan, buruh pabrik yang tak sejahtera, miskin kota yang terus mengalir dari desa, perempuan dan ibu-ibu yang menangis dan merintih di halaman rumah yang sebentar lagi ambruk di tengah penggusuran yang terus menjadi-jadi.
Alih-alih modernisasi dan kemajuan, virus pembangunan global malah membawa petaka penyakit ekologis, terancamnya nyawa, rusaknya tatanan ruang dan lingkungan sebagai habibat manusia, tumbuhan dan binatang menitip kematian dan meneruskan mandat kehidupan. Pembangunan yang membabi buta dan senjata aturan yang diabaikan telah membawa ketidakadilan lingkungan, semakin hancurnya dan sakitnya tatanan ekologis dan punahnya kearifan ekologis desa. Pembangunan yang keliru telah melanggengkan praktik konversi /alih fungsi lahan yang tak terkendali dan berkurangnya air di hutan, ladang, kebun dan pesawahan, rusaknya ekologi sekitar 40 DAS di bumi selatan dan utara Jawa Barat, banjir semakin meluas serta hilangnya kesuburan tanah Ibu Pasundan. Pendirian pabrik dan industri polutif di hampir 26 kabupaten/kota telah membawa petaka pencemaran sawah, ladang, air, udara, tanah, sungai dan sungai dan selokan-selokan kecil di perdesaan di Jawa Barat.

Gerakan Walhi Melawan Laju Pengrusakan Lingkungan
Merekam jejak perjuangan Walhi Jawa Barat, perlawanan atas keadaan penyakit ekologis telah dilakukan, sejak generasi awal Walhi Jawa Barat hingga kepemimpinan Walhi Jawa Barat saat ini tanpa henti. Bekerja untuk memperjuangkan keadilan sosial dan kelestarian lingkungan sudah dimulai sejak kepemimpinan era Ibu Sekarningrum (Ning), Kang Jajat S, Mas Tri Rohadji, Kang Asep Rohana, Kang Taufan Surento, Kang Deni Jasmara hingga era Muhammad Hendarsyah (Ogy). Kepemimpinan Walhi terus berganti beriringan dengan semakin bertambahnya anggota yang bergabung, meluasnya jaringan serta menguatnya dukungan dan legitimasi masyarakat terhadap Walhi Jawa Barat. Banyak kemenangan kecil dan besar yang telah dicapai rakyat dan korban kebijakan atas dukungan kerja kolektif Walhi Jawa Barat selama tiga dekade ini.
Keragaman praktik, tradisi dan kearifan sekitar 23 lembaga atau organisasi anggota mulai dari YPBB, PPMK SA, Swadaya Muda, Katur Nagari, FK3I, Yayasan Poklan, SIDIKARA, ICSD, Mawarga, Mapala Pakuan, HMTL Unpas, Mapenta Unisba, UKL Fapet Unpad, L Krapin, Rekapala, FPPMG, Arga Wilis, LPPT, Siklus, Bale Rahayat, MPSA, PSDK, Himapikani telah menyatu dalam sebuah ruang kolektif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat.
Keragaman adalah kekayaan dan pengetahuan luar biasa yang tak ternilai. Pengetahuan dan pengalaman menjadi kekuatan perjuangan yang bisa dikelola secara kolektif. Tradisi organisasi anggota, kerelawanan, militan, kritis, inovatif, progresif dan produktif adalah tradisi konstruktif menuju kemajuan Walhi ke depan. Perjuangan lingkungan yang memihak rakyat secara manifes diwujudkan melalui kerja kolektif di ranah penelitian, edukasi, pengorganisasian dan pemberdayaan, pembelaan dan kerja politik mempengaruhi kebijakan baik di level komunitas, desa, kebupaten dan propinsi bahkan nasional. Kita perlu mengapreasiasi kerja kolektif yang konsisten memperjuangkan keadilan dan kelestarian lingkungan untuk keluar dari lingkaran patologi ekologis.

Menyuburkan Pohon Walhi, Meneruskan Praksis Perjuangan Kolektif Walhi Jawa Barat
Meneruskan perjuangan kolektif keadilan lingkungan adalah agenda bersama yang harus tetap dijalankan atas dasar pijakan statuta sebagai konsesus dan pedoman dalam menjalankan tradisi organisasi, yang tidak akan tuntas dalam kurun empat tahun ke depan. Rencana Strategis Walhi Region Jawa serta rencana startegis Walhi Jawa Barat dan pogram kerja hasil  PDLH 2011 adalah landasan operasional dalam bekerja dan berjuang melawan penyakit ekologis Tatar Pasundan.
Walhi Jawa Barat ibarat pohon yang sedang tumbuh dan berkembang. Sebagai sebuah pohon sempurna pastinya ada tanah, air, akar, batang, ranting, dahan, daun dan bunga. Air Walhi adalah semangat, kerelawan, militansi, dedikasi dan pengabdian.  Akar Walhi adalah anggota walhi itu sendiri yang mengalirkan air alami, menjadi oksigen memberikan nafas segar melanjutkan kehidupannya. Tanah tempat hidup pohon Walhi adalah rakyat, rakyat adalah petani, buruh, kaum miskin kota, mahasiswa, pelajar, guru, pemuda desa, perempuan dan korban-korban ketidakadilan kebijakan negara. Batang, dahan, ranting adalah pengurus Walhi dan Walhi Institut, daun Walhi adalah jaringan-jaringan Walhi, bunga walhi adalah kader-kader muda, relawan-relawan, sahabat walhi dan pelajar progresif.  Sementara buah Walhi adalah kemenangan-kemenangan kecil dan besar yang telah dicapai bersama.
Sebagai pohon yang akan terus tumbuh, tertanam dan akan terus di tanam di bumi hijau Tatar Pasundan, maka kita harus secara kolektif menyemai dan membibitkan, menanam di tanah-tanah kehidupan, merawat dan memupuk pohon sehingga tumbuh subur, berbunga dan berbuah. Sebagai alat perjuangan maka Walhi Jawa Barat ke depan harus terus diasah, diuji, dipakai agar memberikan manfaat yang sebenar-benarnya bagi rakyat. Sebagai pohon, Walhi harus terus ditanam dan ditumbuhkan biakan.
Secara praksis, tindakan kolektif Wahli selama 4 tahun ke depan, sekaligus misi yang akan dikerjakan bersama adalah menjalankan, meneruskan dan memastikan secara progresif kerja kerja menyemai, menanam, merawat, menyuburkan yang dipraksiskan melalui kerja edukasi, fasilitasi, riset aksi, advokasi dan konsolidasi-jaringan sebagaimana tertera dalam bagan berikut:                :

Misi 1 : Menjalankan Kerja Kolektif Edukasi
Kerja kolektif edukasi bertujuan melahirkan kader Walhi yang berpihak dan memperjuangkan keadilan lingkungan yang memiliki kapasitas baik kuantitatif maupun  kualitatif. Kader yang bertugas dan bekerja akan diperankan sebagai organizer, media maker, dan leader di masyarakat, organisasi, komunitas dan desa. Kerja edukasi dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, kursus-kursus, sekolah alternatif berbasis kekayaan pengetahuan dan pengalaman anggota Walhi, penguatan kerja-kerja nyata kader konservasi, kelompok Pencinta Alam serta perluasan dan pengembangan Jaringan Sahabat Walhi (SAWA) serta mendukung gerakan hijau pemuda/pelajar lainnya di kabupaten/kota di Jawa Barat.
Misi 2 : Menjalankan Kerja Kolektif Fasilitasi /Mediasi
Kerja fasilitasi dilakukan bertujuan memastikan transformasi pengetahuan (share learning) anggota, mengkampanyekan beragam informasi dan praksis kerja anggota Walhi Jawa Barat kepada publik dan pengurus publik yang lebih luas. Kerja yang harus dilakukan adalah mendokumentasikan, mempublikasikan beragam informasi, pengetahuan dan pengalaman anggota dan Walhi itu sendiri dengan mengelola potensi media internal dan media massa. Kerja fasilitasi akhirnya bermuara pada legitimasi yang lebih kuat terhadap praksis kerja anggota oleh pemangku kebijakan, pengurus publik dan masyarakat.

Misi 3 : Menjalankan Kerja Kolektif Riset Aksi
Kerja riset aksi bertujuan membangun basis argumentasi dan bukti untuk kepentingan advokasi kebijakan yang argumentatif dan solutif. Kerja riset merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari kerja advokasi. Kerja riset dilakukan dalam bentuk penelitian investigatif beragam kasus, kajian regulasi dan kajian praktik nyata dengan melibatkan peran aktif perangkat pendukung Walhi seperti Walhi Institut dan jaringan lainnya.

Misi 4 : Menjalankan Kerja Kolektif Advokasi
Kerja advokasi bertujuan memperjuangkan untuk memastikan terpenuhinya hak ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Jawa Barat. Kerja advokasi dilakukan dalam bentuk mempengaruhi proses pembuatan dan pengambilan keputusan dan kebijakan sektor agraria, urban, DAS, pembelaan litigasi dan nonlitigasi atas kasus-kasus yang menindas rakyat dan tidak berpihak pada lingkungan. Hearing, mobilisasi massa, audensi, legal standing, class action dll adalah pilihan-pilihan metode advokasi kebijakan yang bisa dilakukan. Topangan Kerja kolektif Dewan Daerah dan Eksekutif Daerah bisa memastikan kerja advokasi menuai kemenangan.

Misi 5 : Menjalankan Kerja Kolektif Konsolidasi dan Jaringan
Kerja konsolidasi bertujuan menghimpun, mengelola, memadukan, mengorgansisasikan dan mesinergikan beragam sumber daya dan energi penghidupan Walhi baik dari dalam maupun dari luar. Konsolidasi sumber daya yang dimaksud adalah anggota, kader, alumni, informasi, pengetahuan, jaringan kerja media, masyarakat, seniman-budayawan, narasumber-akademis, logistik dan finansial yang digunakan sebesar-besarnya bagi perjuangan Walhi Jawa Barat.
Pembangun jaringan perlu dilakukan karena :
1.      kerja jaringan dengan organisasi sesama pelaku advokasi dapat mempertajam kerja advokasi dan memperluas legitimasi dukungan berbagai pihak dan mempercepat realisasi advokasi.
2.      kerja jaringan dengan para pakar bisa memperkuat wawasan dan pengetahuan anggota dan kader Walhi serta mendapatkan legitimasi atas praktik advokasi lingkungan yang dilakukan, juga dapat memperkuat basis argumentasi ilmiah yang bisa dijadikan senjata advokasi kepada pemerintahan.
3.      kerja jaringan menjadikan proses share learning atau transformation knowlegde antar individu dan lembaga dengan cepat terakselerasi.
4.      kerja jaringan bisa memastikan terjadinya mobilisasi dan barter sumber daya baik informasi, finansial, orang dan data serta beragam sumber daya lain yang bisa mendukung keberlanjutan organisasi dan kerja.
5.      kerja jaringan dengan media memberikan pengaruh bagi perluasan dukungan publik dan menjadi media publikasi praktik nyata anggota  dan kerja advokasi yang dilakukan.
Kerja jaringan ini bisa lakukan dalam beragam bentuk mulai dari jaringan diskusi, kelompok kerja,  pembangunan aliansi, koalisi, front bersama dll dengan melibatkan berbagai pihak baik secara internal dan eksternal.
Tugas awal yang perlu segera dilakukan adalah menata dan mengorganisasikan anggota, merekatkan konsolidasi dan kohesifitas internal dan menata diri Walhi. Kemudian, memperkuat Sarekat Hijau Indonesia (SHI) adalah bentuk konsolidasi politik-rakyat yang harus terus didukung Walhi selanjutnya.
Menjalankan peran dan fungsi organisme Walhi, tentulah bukan pekerjaan yang mudah. Kerja Walhi adalah praksis perjuangan kemanusiaan dan keadilan yang berat dan membutuhkan energi, enzim katalisator, gagasan, pikiran, tenaga,dana dan penataan diri organisasi. Melalui praksis kolektif terkonsolidasi, tugas kemanusiaan tersebut dapat dijalankan. Harapan ke depan gerakan lingkungan hidup menjadi berkembang, subur dan lestari di bumi Tatar Pasundan.

Salam Adil dan Lestari...!


[1] Bahan Diskusi dalam Acara Dialog Publik Kandidat ED dan DD pada PDLH XI Walhi Jawa Barat, Selasa, 15 Maret 2011 di Kantor Walhi Jalan Piit No 5 Bandung
[2] Direktur Eksekutif Daerah Walhi Jawa Barat Periode 2011-2015