Politik Ekologi Pemimpin Daerah
Fenomena kerusakan lingkungan
hidup (baca: ekologi) yang terjadi saat ini harus kita pahami sebagai persoalan
yang serius. Kerusakan ekologi bukan hanya terjadi di permukaan dan perut bumi
tetapi sudah merambah ke lapisan atmosfer bumi di atasnya. Kerusakan ekologi
sudah merebak, meluas dan melintas batas mulai wilayah perkotaan hingga
perdesaan di daerah. ke depan, kita tidak akan memiliki tempat yang aman untuk
berpijak dan melanjutkan mandat kehidupan.
Fenomena kerusakan lingkungan
hidup ini bisa kita bedah dari pendekatan politik ekologi dimana kerusakan
lingkungan hidup beserta konflik yang ada di dalamnya tak terlepas dari
kepentingan ekonomi politik. Menurut Peluso
dan Watts (2001), kerusakan dan konflik tata kelola
lingkungan hidup dipengaruhi oleh perhitungan aspek kekuasaan, keadilan distribusi, cara pengontrolan,
kepentingan jejaring lokal-nasional-global, kesejarahan, gender, dan peran aktor.
Paul Robbin (2004) menjelaskan bagaimana fakta-fakta degradasi lahan, marjinalisasi,
konflik lingkungan hidup dan politik konservasi memiliki kaitan dengan aspek
ekonomi politik sebagai basis analisa politik ekologi.
Dalam perspektif politik ekologi
skala global, peran pemodal (asing)
telah ikut andil memperlemah kontrol negara dalam mengatur, mengurus dan
mendistribusikan kekayaan alam sebagai sumber kehidupan masyarakat secara
berkeadilan. Dominasi pemodal dalam proses pengambilan kebijakan dan keputusan
ekonomi politik di level pemerintah nasional tidak dapat dibendung. Negara
telah turut andil merestui dan meligitimasi ketimpangan, pemiskinan,
ketidakadilan dan kerusakan ekologi. Saat ini, negara ini telah kehilangan
kemerdekaannya untuk menentukan nasibnya sendiri dan rakyat pun kehilangan
kedaulatan politik untuk menjalankan kuasanya. Negara telah gagal memastikan
supremasi kedaulatan dan kemerdekaan sejati.
Patologi Otonomi Daerah
Celakanya, dalam skala lokal, fonemena
kerusakan dan sengketa tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup
semakin merebak di daerah. Patologi dan bencana ekologi dan sosial pun tak
terhindarkan, mulai konflik hingga malapetaka kematian manusia dan mahluk hidup
lainnya seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang digulirkan oleh pengusung
reformasi sejak keruntuhan rezim kekuasaan orde baru. Setiap hari media massa
pasti akan mempublikasikan beragam masalah lingkungan hidup hampir di setiap daerah
di Indonesia. Hal ini menjadi semacam patologi otonomi daerah yang semakin akut
dan kronis.
Di era otonomi daerah, politik
ekologi yang dijalankan oleh penguasa daerah begitu signifikan dalam memacu
kerusakan ekologi di daerah. Kewenangan (otoritas) daerah dan aktor-aktor
politik penguasa daerah begitu kuat memengaruhi pengambilan keputusan dan
kebijakan publik mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan yang dijalankan, termasuk tata kelola sumber daya alam dan
lingkungan hidup di dalamnya.
Tidak dapat disangkal, otonomi
daerah kemudian telah dibajak oleh persekongkolan pemodal dan pemimpin daerah
untuk mengeruk sumber daya alam secara eksploitatif dan membabi buta tanpa
memerdulikan keberlanjutan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup sebagai
sumber kehidupannya. Di sisi lain, politik anggaran pemerintah daerah pun tidak
menunjukkan indikasi perubahan positif pada upaya pemulihan dan perbaikan
lingkungan hidup yang terjadi. Minimnya alokasi anggaran perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan rata-rata tiga milyar per kabupaten/kota
sangat jauh dari komitmen pemulihan lingkungan hidup itu sendiri.
Atas dalih peningkatan PAD,
kesejahteraan dan keberlangsungan lingkungan hidup, pemimpin daerah yang di
sokong pemodal dengan serakah melakukan perusakan lingkungan hidup secara
sistemis. Mandat politik rakyatpun telah disalahgunakan demi kepentingan
ekonomi dan politik pribadi dan sekelompok golongan/partisan. Penguasa daerah pun
semakin merasakan kenikmatanya melakukan perselingkuhan kebijakan dengan
keputusan politik yang tidak sejalan dengan kerangka aturan yang ada. Celakanya,
praktik ini kemudian di restui dan dilegitimasi oleh parlemen daerah yang tidak
berdaya dan bernyali.
Komitmen Pemimpin Daerah
Mencermati komitmen politik pemimpin
daerah yang memihak pada lingkungan hidup dan rakyat, regenerasi pemimpin
daerah melalui proses pemilu kepala daerah menjadi penting disikapi. Pemilihan
kepala daerah merupakan pintu awal apa dan bagaimana komitmen politik ekologi
akan dijalankan. Saat ini dan ke depan, sejumlah daerah di pulau Jawa, Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi dan lainnya akan menjalankan pemilu kepala daerah.
Artinya, ratusan pemimpin dan kepala daerah akan dilahirkan.
Di tengah ketidakberdayaan parlemen daerah
yang cenderung memihak dan merestui kebijakan dan keputusan politik bupati dan
walikota maka rakyat harus lebih rasional dalam menentukan pemimpin daerahnya.
Rakyat akan sangat tergantung pada komitmen politik ekologi dari bupati atau
walikota yang dipilihnya. Sudah selayaknya, rakyat tidak lagi terjebak pada
janji-janji manis dan transaksi politik jangka pendek dengan para kandidat.
Rakyat pun harus segera menyusun kriteria pengujian, agenda dan mandat politiknya
kepada para kandidat untuk dijalankan setelah terpilih.
Menguji komitmen pemimpin daerah
yang memperjuangkan keadilan ekologi menjadi tindakan awal yang harus
dilakukan. Tindakan awal ini bisa dilakukan dengan memeriksa rekam jejak para
kandidat sebelumnya baik yang sudah memiliki pengalaman dalam birokrasi negara
maupun para kandidat yang belum masuk ke birokrasi dari kader yang diusung
partai politik atau independen.
Ada beberapa indikator yang bisa
dipertimbangkan dalam melakukan rekam jejak kandidat pemimpin daerah yang akan
didukung dan dipilih, diantaranya kandidat harus memahami dan mengerti dengan
terang permasalahan rakyat dan lingkungan hidup, memiliki semangat dan konsep
kebijakan ekologi yang jelas dan rasional untuk lima tahun ke depan, memiliki
praktik nyata dalam penyelamatan lingkungan hidup dan memperjuangkan taraf
kehidupan rakyat, tidak memiliki pengalaman melakukan korupsi dan tidak sedang
menjalankan proses pengadilan.
Tentunya indikator rekam jejak yang
dikemukakan diperlukan, agar ke depan, daerah memiliki sosok pemimpin daerah yang
benar dan terang memihak pada kepentingan rakyat dan keberlanjutan lingkungan
hidup sejak awal. Tugas kemudian, rakyat harus menyusun dan mengajukan agenda
politiknya untuk disepakati para kandidat yang maju. Komitmen dan agenda
politik ekologi yang diajukan perlu dikawal secara konsisten karena akan menentukan
kehidupan rakyat, nasib ruang dan ekologi lima tahun yang akan datang.
Penulis. Dadan Ramdan. Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat
Periode 2011-2015.
No Kontak 082116759688