Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan ekosistem yang memberikan peranan penting dalam menopang dan menjamin keberlangsungan kehidupan, lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat Jawa Barat khususnya dan masyarakat di Pulau Jawa umumnya. Kita tidak bisa memungkiri, DAS Citarum adalah sumber kehidupan dan berkah bagi masyarakat sekaligus titipan dari Sang Pencipta untuk dikelola dan dirawat dengan arif dan bijak.
Citarum telah memberikan manfaat ekologi, ekonomi, hidrologi bagi keselamatan manusia. Ketersediaan pasokan air, pangan dan energi dan keselamatan masyarakat di Jawa Barat dan Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh tatanan ekosistem dan daya dukung lingkungan DAS Citarum.
Berdasarkan data Puslitbang Sumber Daya Air, sungai Citarum memiliki luas sekitar 7.400 km2. Secara fisik ekologis DAS Citarum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : (a). Bagian hulu memiliki luas 1.771 km2, dengan batas antara Majalaya sampai dengan inlet Waduk Saguling; (b).Bagian tengah dengan luas 4.242 km2, yaitu dari inlet Waduk Saguling sampai dengan outlet Waduk Jatiluhur; (c). Bagian hilir yaitu dari outlet Waduk Jatiluhur sampai dengan muara ke Laut Jawa dengan luas 1.387 km2. Secara hidrologis, DAS Citarum memiliki curah hujan rata-rata 2.300 mm/tahun, atau debit alirannya mencapai 5,7 milyar m3/tahun. Debit sungai Citarum sangat berfluktuasi yaitu antara musim hujan dan musim kemarau sangat jauh berbeda.
Keberadaan 3 (tiga) waduk besar yaitu: Waduk Saguling dibangun tahun 1986 dengan kapasitas 982 juta m3, Waduk Cirata dibangun tahun 1988 dengan kapasitas 2.165 juta m3, dan Waduk Jatiluhur dibangun tahun 1963 dengan kapasitas 3.000 m3. Citarum menyediakan air minum dan air industri bagi DKI Jakarta, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang dan Bandung Raya. Energi listrik yang dihasilkan berkat air Citarum sebesar 5.000 gigawatt (lima milyar kilowatt) per tahun atau setara dengan penghematan BBM sebesar 16 juta ton per tahun, air baku industri (110 m3/s), irigasi pertanian di Jawa Barat seluas 242.000 ha, perikanan (40.000 unit jala apung dan sekitar 12,3 m3/s untuk kolam biasa dan air deras), pengendali banjir dan sarana pariwisata.
Di masa lalu Citarum adalah nadi kehidupan masyarakat dan berkah bagi kehidupan. Masyarakat dulu begitu akrab dan bersahabt dengan Citarum. Mereka telah memperlakukan Citarum dengan arif dan bijak. Begitu dalam tali silaturahmi mereka dengan alam Citarum. Saat ini, ekosistem DAS Citarum semakin rusak dan memprihatinkan. Sekitar 70% kondisi DAS Citarum rusak. Citarum saat ini menyimpan petaka, bencana dan ancaman bagi keselamatan rakyat Jawa Barat dan Jakarta. WALHI Jawa Barat menilai, secara kualitatif dan kuantitatif kerusakan DAS Citarum disebabkan oleh laju pencemaran limbah industri dan domestik yang tidak terkendali, sedimentasi yang terus bertambah, lahan kritis dan konversi lahan yang terus berlangsung serta rendahnya pelibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan pengelolaan DAS Citarum.
Berdasarkan catatan dan laporan Indonesia Power (2008), lahan yang kritis di DAS Citarum kini sudah mencapai sekitar 20 persen dari total luas DAS Citarum sekitar 718.000 hektar, kerusakan sudah mencapai sekitar 144.000 hektar. Setiap tahunnya, sekitar 95 ton tanah per hektar yang erosi ke DAS Citarum, padahal sebenarnya tingkat erosi yang ditolerir hanya sekitar 15 ton per hektar per tahun. Beberapa jenis ikan endemik telah punah dan langka dari aliran Sungai Citarum. Sementara beberapa jenis flora endemik di DAS Citarum juga sudah mulai langka. DAS Citarum di ambang malapetaka. Di sisi lain, upaya pemulihan dan penyelamatan lingkungan DAS Citarum lebih lamban dibandingkan dengan laju kerusakan yang terjadi.
Penyelamatan Ekosistem DAS Citarum
Melihat fakta kerusakan ekosistem DAS Citarum yang luar biasa akut. Maka, praksis penyelamatan harus menjadi agenda bersama semua pihak atau pemangku kepentingan tanpa kecuali. WALHI Jawa Barat menilai bahwa prinsip dasar penyelamatan harus dimulai dengan membangun visi bersama bahwa Citarum sebagai “Titipan Alam” dan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus dijaga dan dirawat. Citarum adalah sumber kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Mulasara Citarum berarti menyelamatkan kehidupan dan generasi yang akan datang.
Agenda penyelamatan ekosistem DAS Citarum seharusnya menjadi konsensus bersama dengan beragam strategi dan pendekatan. Kompleksitas permasalahan DAS Citarum tidak bisa dijalankan dengan strategi dan pendekatan parsial dan tunggal. Strategi dan pendekatan yang dibangun harus memposisikan masyarakat sebagai subjek sekaligus pelaku utama penyelamatan.
Selama ini, pengurus negara cenderung menempatkan masyarakat DAS Citarum sebagai objek. Pengurus negara lebih memihak pemodal dibanding rakyatnya. Sehingga tak heran jika beragam kebijakan yang dikeluarkan kurang mendapatkan legitimasi rakyat. Kasus penolakan masyarakat terhadap proyek pembangunan kanal timur dan barat yang didukung oleh utang Asian Development Bank (ADB) menunjukkan rendahnya legitimasi rakyat dan bagaimana negara lebih memilih dan berpihak kepada pemodal dalam menyusun kebijakan.
Dalam kerangka penyelamatan ekosistem DAS Citarum, ada beberapa hal yang patut menjadi dasar pertimbangan, diantaranya :
Pertama, adaptasi nilai-nilai spiritual, kearifan sosial dan budaya dalam catatan historis DAS Citarum yang sudah lama tumbuh. Hal ini menjadi kekuatan dan modal sosial dalam menjalankan agenda penyelamatan ekosistem DAS Citarum. Kita harus belajar dari rekaman historis agar manusia lebih sadar, dekat dan bijak dalam mengelola alam DAS Citarum.
Kedua, pentingnya bangunan konsolidasi gagasan, kesepahaman dan konsensus kolektif sebagai landasan dan pijakan bersama semua pihak atau pelaku pemangku kepentingan. Keragaman pelaku pemangku kepentingan di DAS Citarum harus difasilitasi dalam ruang konsolidasi gagasan dalam posisi setara dan seimbang. Dengan ruang diskursus , beragam pengalaman, pengetahuan bisa melahirkan gagasan konstruktif bersama dengan muara yang sama pada keberhasilan proses penyelamatan.
Ketiga, tumbuhnya beragam inisiatif kelompok masyarakat atau komunitas di DAS Citarum berbasis keswadayaan dalam beragam bentuk aktivitas dan skala patut diapresiasi bersama. Beragam inisiatif menjadi sebuah bentuk partisipasi nyata masyarakat dalam agenda penyelamatan DAS Citarum. Menjadi sebuah keharusan, negara mendukung secara penuh beragam inisiatif tersebut.
Keempat, agenda penyelamatan DAS Citarum bukanlah sekedar memperbaiki fisik DAS Citarum belaka dengan pendekatan rekayasa teknologi berbasis anggaran yang mahal. Agenda penyelamatan DAS Citarum adalah sebuah proses sosial. Agenda penyelamatan harus menjadi gerakan sosial dan lingkungan untuk mengubah tatanan masyarakat DAS Citarum yang bertumpu pada kekuatan swadaya, kemandirian, perubahan perilaku masyarakat dan rasa memiliki masyarakat terhadap DAS Citarum.
Kelima, pengurus publik (pemerintah) dituntut melakukan konsolidasi, bukan sekedar koordinasi. Kemudian, memeriksa dan mengevaluasi secara kritis dan mendalam beragam intervensi kebijakan dan implementasi program yang telah dikeluarkan dan memeriksa beragam inisiatif masyarakat yang terus tumbuh dan berkembang. Kerja-kerja evaluasi harus melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Tanpa evaluasi kritis, kelemahan, kekurangan, capaian dan dampak perubahan dari kebijakan yang dikeluarkan tidak akan bisa tergali.
Agenda penyelamatan DAS Citarum adalah tindakan untuk mempertegas hubungan silaturahmi manusia dengan alam. Menyelamatkan ekosistem DAS Citarum berarti menyelamatkan kehidupan manusia. Semoga.