Memperkuat Praksis Perjuangan Kolektif WALHI Jawa Barat :
Menyuburkan Gerakan Progresif Lingkungan Hidup di Tatar Pasundan[1]
Oleh Dadan Ramdan[2]
Salam Adil dan Lestari...!
Kemenangan kecil dan besar
Gerakan Lingkungan di Jawa Barat
Tidaklah mudah dicapai dan digenggam
Tanpa praksis perjuangan kolektif
Kemenangan rakyat adalah kemenangan anggota
Kemenangan anggota adalah kemenangan walhi
Kemenangan walhi adalah kemenangan rakyat
Sejatinya kemenangan rakyat adalah wujud keadilan sejati
Daratan dan lautan Tatar Pasundan Jawa Barat seluas 44.354,61 Km2 adalah hamparan bumi yang melahirkan sekitar 43 juta manusia, mereka tersebar di 17 Kabupaten dan 9 kota. Mereka tumbuh dan berkembang di sekitar 621 kecamatan dan mendiami di sekitar 5.900 tanah desa/kelurahan. Bumi Pasundan adalah propinsi dengan jumlah manusia terbanyak di Bumi Nusantara ini. Sejak dibentuk tahun 1950, kini usia Propinsi Jawa Barat telah menginjak 61 tahun, 31 tahun lebih tua dari usia Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia.
Bumi Pasundan Jawa Barat berada dalam posisi strategis dan secara sosio ekonomi, memiliki kekayaan sumber penghidupan yang melimpah. Pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan, mineral, minyak dan gas, perdagangan, perindustriaan dan kekayaan lainnya. Tak heran jika Jawa Barat memiliki anggaran sekitar Rp 10 Trilyunan dan hampir rata-rata Rp 1,5 Trilyunan tiap tahunya anggaran yang dikelola tiap kabupaten/kota. Sejatinya, anggaran tersebut dikelola dan dibelanjakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan lingkungan. Di samping kekayaan alam sebagai sumber penghidupan, Tanah Pasundan, Jawa Barat memiliki kekayaan sosial, budaya dan tradisi adat istiadat kasundaan warisan para leluhur Tarumanegara dan Pajajaran yang bisa menjadi modal dan pranata sosial di masyarakat.
Di balik posisi geografis yang strategis dan kekayaan alam sebagai sumber penghidupan yang melimpah. Bumi Pasundan semakin lama, semakin menua, semakin menua semakin rentan terjangkit penyakit, hingga kini menjadi benar-benar sakit. Sakit ekonomi, sosial, politik, ekologis yang lahir dan terus menular sebagai dampak dari merasuknya strategi dan cara kerja pembangunan yang keluar dari “galur” budaya, sistem nilai, dan tradisi arif kolektif masyarakat Jawa Barat yang telah lahir dan tumbuh sejak tatanan budaya Tarumanegara dan Pajajaran dulu. Pembangunan ala rezim penguasa dan pemodal telah melahirkan pertikaian, pertengkaran dan perkelahian antar rakyat, antar manusia, antar tetangga, antar saudara dan pertikaian rakyat dengan pemimpinnya.
Strategi dan kerja pembangunan yang keliru inilah menjadikan keselamatan rakyat Bumi Pasundan semakin terancam dan rentan, ketiadakadilan dan ketimpangan ekonomi yang semakin curam, distribusi kekayan alam tidak berimbang-hanya dimiliki segelintir orang, pemodal dan penguasa- serta anak-anak Pasundan yang sudah sejak lahir tersandera utang.
Di perdesaan, mayoritas petani yang tuna tanah-rata-rata kepemilihan lahan 02-0,3 ha/kk dan sekitar 80% tidak memiliki lahan garapan- modal petani yang terbatas, nelayan miskin yang selalu menjerit-jerit di pinggiran pantai, petani penggarap lahan hutan yang selalu disalahkan, pemuda desa tanpa pekerjaan. Di perkotaan, buruh pabrik yang tak sejahtera, miskin kota yang terus mengalir dari desa, perempuan dan ibu-ibu yang menangis dan merintih di halaman rumah yang sebentar lagi ambruk di tengah penggusuran yang terus menjadi-jadi.
Alih-alih modernisasi dan kemajuan, virus pembangunan global malah membawa petaka penyakit ekologis, terancamnya nyawa, rusaknya tatanan ruang dan lingkungan sebagai habibat manusia, tumbuhan dan binatang menitip kematian dan meneruskan mandat kehidupan. Pembangunan yang membabi buta dan senjata aturan yang diabaikan telah membawa ketidakadilan lingkungan, semakin hancurnya dan sakitnya tatanan ekologis dan punahnya kearifan ekologis desa. Pembangunan yang keliru telah melanggengkan praktik konversi /alih fungsi lahan yang tak terkendali dan berkurangnya air di hutan, ladang, kebun dan pesawahan, rusaknya ekologi sekitar 40 DAS di bumi selatan dan utara Jawa Barat, banjir semakin meluas serta hilangnya kesuburan tanah Ibu Pasundan. Pendirian pabrik dan industri polutif di hampir 26 kabupaten/kota telah membawa petaka pencemaran sawah, ladang, air, udara, tanah, sungai dan sungai dan selokan-selokan kecil di perdesaan di Jawa Barat.
Gerakan Walhi Melawan Laju Pengrusakan Lingkungan
Merekam jejak perjuangan Walhi Jawa Barat, perlawanan atas keadaan penyakit ekologis telah dilakukan, sejak generasi awal Walhi Jawa Barat hingga kepemimpinan Walhi Jawa Barat saat ini tanpa henti. Bekerja untuk memperjuangkan keadilan sosial dan kelestarian lingkungan sudah dimulai sejak kepemimpinan era Ibu Sekarningrum (Ning), Kang Jajat S, Mas Tri Rohadji, Kang Asep Rohana, Kang Taufan Surento, Kang Deni Jasmara hingga era Muhammad Hendarsyah (Ogy). Kepemimpinan Walhi terus berganti beriringan dengan semakin bertambahnya anggota yang bergabung, meluasnya jaringan serta menguatnya dukungan dan legitimasi masyarakat terhadap Walhi Jawa Barat. Banyak kemenangan kecil dan besar yang telah dicapai rakyat dan korban kebijakan atas dukungan kerja kolektif Walhi Jawa Barat selama tiga dekade ini.
Keragaman praktik, tradisi dan kearifan sekitar 23 lembaga atau organisasi anggota mulai dari YPBB, PPMK SA, Swadaya Muda, Katur Nagari, FK3I, Yayasan Poklan, SIDIKARA, ICSD, Mawarga, Mapala Pakuan, HMTL Unpas, Mapenta Unisba, UKL Fapet Unpad, L Krapin, Rekapala, FPPMG, Arga Wilis, LPPT, Siklus, Bale Rahayat, MPSA, PSDK, Himapikani telah menyatu dalam sebuah ruang kolektif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat.
Keragaman adalah kekayaan dan pengetahuan luar biasa yang tak ternilai. Pengetahuan dan pengalaman menjadi kekuatan perjuangan yang bisa dikelola secara kolektif. Tradisi organisasi anggota, kerelawanan, militan, kritis, inovatif, progresif dan produktif adalah tradisi konstruktif menuju kemajuan Walhi ke depan. Perjuangan lingkungan yang memihak rakyat secara manifes diwujudkan melalui kerja kolektif di ranah penelitian, edukasi, pengorganisasian dan pemberdayaan, pembelaan dan kerja politik mempengaruhi kebijakan baik di level komunitas, desa, kebupaten dan propinsi bahkan nasional. Kita perlu mengapreasiasi kerja kolektif yang konsisten memperjuangkan keadilan dan kelestarian lingkungan untuk keluar dari lingkaran patologi ekologis.
Menyuburkan Pohon Walhi, Meneruskan Praksis Perjuangan Kolektif Walhi Jawa Barat
Meneruskan perjuangan kolektif keadilan lingkungan adalah agenda bersama yang harus tetap dijalankan atas dasar pijakan statuta sebagai konsesus dan pedoman dalam menjalankan tradisi organisasi, yang tidak akan tuntas dalam kurun empat tahun ke depan. Rencana Strategis Walhi Region Jawa serta rencana startegis Walhi Jawa Barat dan pogram kerja hasil PDLH 2011 adalah landasan operasional dalam bekerja dan berjuang melawan penyakit ekologis Tatar Pasundan.
Walhi Jawa Barat ibarat pohon yang sedang tumbuh dan berkembang. Sebagai sebuah pohon sempurna pastinya ada tanah, air, akar, batang, ranting, dahan, daun dan bunga. Air Walhi adalah semangat, kerelawan, militansi, dedikasi dan pengabdian. Akar Walhi adalah anggota walhi itu sendiri yang mengalirkan air alami, menjadi oksigen memberikan nafas segar melanjutkan kehidupannya. Tanah tempat hidup pohon Walhi adalah rakyat, rakyat adalah petani, buruh, kaum miskin kota, mahasiswa, pelajar, guru, pemuda desa, perempuan dan korban-korban ketidakadilan kebijakan negara. Batang, dahan, ranting adalah pengurus Walhi dan Walhi Institut, daun Walhi adalah jaringan-jaringan Walhi, bunga walhi adalah kader-kader muda, relawan-relawan, sahabat walhi dan pelajar progresif. Sementara buah Walhi adalah kemenangan-kemenangan kecil dan besar yang telah dicapai bersama.
Sebagai pohon yang akan terus tumbuh, tertanam dan akan terus di tanam di bumi hijau Tatar Pasundan, maka kita harus secara kolektif menyemai dan membibitkan, menanam di tanah-tanah kehidupan, merawat dan memupuk pohon sehingga tumbuh subur, berbunga dan berbuah. Sebagai alat perjuangan maka Walhi Jawa Barat ke depan harus terus diasah, diuji, dipakai agar memberikan manfaat yang sebenar-benarnya bagi rakyat. Sebagai pohon, Walhi harus terus ditanam dan ditumbuhkan biakan.
Secara praksis, tindakan kolektif Wahli selama 4 tahun ke depan, sekaligus misi yang akan dikerjakan bersama adalah menjalankan, meneruskan dan memastikan secara progresif kerja kerja menyemai, menanam, merawat, menyuburkan yang dipraksiskan melalui kerja edukasi, fasilitasi, riset aksi, advokasi dan konsolidasi-jaringan sebagaimana tertera dalam bagan berikut: :
Misi 1 : Menjalankan Kerja Kolektif Edukasi
Kerja kolektif edukasi bertujuan melahirkan kader Walhi yang berpihak dan memperjuangkan keadilan lingkungan yang memiliki kapasitas baik kuantitatif maupun kualitatif. Kader yang bertugas dan bekerja akan diperankan sebagai organizer, media maker, dan leader di masyarakat, organisasi, komunitas dan desa. Kerja edukasi dilakukan melalui pelatihan-pelatihan, kursus-kursus, sekolah alternatif berbasis kekayaan pengetahuan dan pengalaman anggota Walhi, penguatan kerja-kerja nyata kader konservasi, kelompok Pencinta Alam serta perluasan dan pengembangan Jaringan Sahabat Walhi (SAWA) serta mendukung gerakan hijau pemuda/pelajar lainnya di kabupaten/kota di Jawa Barat.
Misi 2 : Menjalankan Kerja Kolektif Fasilitasi /Mediasi
Kerja fasilitasi dilakukan bertujuan memastikan transformasi pengetahuan (share learning) anggota, mengkampanyekan beragam informasi dan praksis kerja anggota Walhi Jawa Barat kepada publik dan pengurus publik yang lebih luas. Kerja yang harus dilakukan adalah mendokumentasikan, mempublikasikan beragam informasi, pengetahuan dan pengalaman anggota dan Walhi itu sendiri dengan mengelola potensi media internal dan media massa. Kerja fasilitasi akhirnya bermuara pada legitimasi yang lebih kuat terhadap praksis kerja anggota oleh pemangku kebijakan, pengurus publik dan masyarakat.
Misi 3 : Menjalankan Kerja Kolektif Riset Aksi
Kerja riset aksi bertujuan membangun basis argumentasi dan bukti untuk kepentingan advokasi kebijakan yang argumentatif dan solutif. Kerja riset merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari kerja advokasi. Kerja riset dilakukan dalam bentuk penelitian investigatif beragam kasus, kajian regulasi dan kajian praktik nyata dengan melibatkan peran aktif perangkat pendukung Walhi seperti Walhi Institut dan jaringan lainnya.
Misi 4 : Menjalankan Kerja Kolektif Advokasi
Kerja advokasi bertujuan memperjuangkan untuk memastikan terpenuhinya hak ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Jawa Barat. Kerja advokasi dilakukan dalam bentuk mempengaruhi proses pembuatan dan pengambilan keputusan dan kebijakan sektor agraria, urban, DAS, pembelaan litigasi dan nonlitigasi atas kasus-kasus yang menindas rakyat dan tidak berpihak pada lingkungan. Hearing, mobilisasi massa, audensi, legal standing, class action dll adalah pilihan-pilihan metode advokasi kebijakan yang bisa dilakukan. Topangan Kerja kolektif Dewan Daerah dan Eksekutif Daerah bisa memastikan kerja advokasi menuai kemenangan.
Misi 5 : Menjalankan Kerja Kolektif Konsolidasi dan Jaringan
Kerja konsolidasi bertujuan menghimpun, mengelola, memadukan, mengorgansisasikan dan mesinergikan beragam sumber daya dan energi penghidupan Walhi baik dari dalam maupun dari luar. Konsolidasi sumber daya yang dimaksud adalah anggota, kader, alumni, informasi, pengetahuan, jaringan kerja media, masyarakat, seniman-budayawan, narasumber-akademis, logistik dan finansial yang digunakan sebesar-besarnya bagi perjuangan Walhi Jawa Barat.
Pembangun jaringan perlu dilakukan karena :
1. kerja jaringan dengan organisasi sesama pelaku advokasi dapat mempertajam kerja advokasi dan memperluas legitimasi dukungan berbagai pihak dan mempercepat realisasi advokasi.
2. kerja jaringan dengan para pakar bisa memperkuat wawasan dan pengetahuan anggota dan kader Walhi serta mendapatkan legitimasi atas praktik advokasi lingkungan yang dilakukan, juga dapat memperkuat basis argumentasi ilmiah yang bisa dijadikan senjata advokasi kepada pemerintahan.
3. kerja jaringan menjadikan proses share learning atau transformation knowlegde antar individu dan lembaga dengan cepat terakselerasi.
4. kerja jaringan bisa memastikan terjadinya mobilisasi dan barter sumber daya baik informasi, finansial, orang dan data serta beragam sumber daya lain yang bisa mendukung keberlanjutan organisasi dan kerja.
5. kerja jaringan dengan media memberikan pengaruh bagi perluasan dukungan publik dan menjadi media publikasi praktik nyata anggota dan kerja advokasi yang dilakukan.
Kerja jaringan ini bisa lakukan dalam beragam bentuk mulai dari jaringan diskusi, kelompok kerja, pembangunan aliansi, koalisi, front bersama dll dengan melibatkan berbagai pihak baik secara internal dan eksternal.
Tugas awal yang perlu segera dilakukan adalah menata dan mengorganisasikan anggota, merekatkan konsolidasi dan kohesifitas internal dan menata diri Walhi. Kemudian, memperkuat Sarekat Hijau Indonesia (SHI) adalah bentuk konsolidasi politik-rakyat yang harus terus didukung Walhi selanjutnya.
Menjalankan peran dan fungsi organisme Walhi, tentulah bukan pekerjaan yang mudah. Kerja Walhi adalah praksis perjuangan kemanusiaan dan keadilan yang berat dan membutuhkan energi, enzim katalisator, gagasan, pikiran, tenaga,dana dan penataan diri organisasi. Melalui praksis kolektif terkonsolidasi, tugas kemanusiaan tersebut dapat dijalankan. Harapan ke depan gerakan lingkungan hidup menjadi berkembang, subur dan lestari di bumi Tatar Pasundan.
Salam Adil dan Lestari...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar